KOMPAS.com – Indonesia menjadi salah satu pasar besar bagi industri layanan komputasi awan ( cloud). Namun, ada sejumlah hal yang harus diperbaiki agar adopsi layanan cloud di Indonesia bisa maksimal, baik bagi penyedia maupun pengguna layanan.
Salah satu yang harus diperbaiki adalah infrastruktur jaringan yang mampu memberikan latensi yang rendah. Menurut Wahyudi Chandra, President Director Multipolar Technology, koneksivitas merupakan hal yang krusial dalam layanan cloud. “Setiap konsumen harus online, jadi dibutuhkan konektivitas yang kuat,” jelas Wahyudi dalam acara pemaparan IBM Outlook 2021, Kamis (17/21/2020).
Selain kondisi jaringan internet di Indonesia, ia juga menyoroti tentang keberadaan data center di Tanah Air. Menurutnya, lalu lintas internet akan semakin berat apabila data center berlokasi di luar negeri.
Hal itu akan membuat traffic rentan akan delay (tunda) dan ongkos penggunaan layanan menjadi semakin mahal. “Keputusan pemerintah untuk menaruh (data center) di sini, sehingga trafiknya bukan ke atas (north-south traffic), menurut saya sudah tepat,” imbuhnya.
Wahyudi juga mengingatkan pentingnya regulasi yang mengatur persaingan, terutama soal perpajakan. “Karena kebanyakan entitas-entitas ini belum berbadan (hukum) Indonesia,” kata Wahyudi. Selain konektivitas, kurangnya talenta digital atau sumber daya manusia ( SDM) di bidang IT, khususnya cloud, juga menjadi tantangan lain.
Tan Wijaya, President Director, IBM Indonesia mengatakan, perusahaannya sudah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk mengatasi masalah ini.
IBM menjadi mitra Kominfo untuk menyediakan materi pelatihan data science dalam program IBM Skills Academy untuk Digital Talent Scholarship 2020. “Hari ini yang kami bangun bersama dengan Kominfo adalah membangun kurikulum berdasarkan peran apa yang mereka mau, misalnya data science. Kami harapkan dalam waktu yang tidak lama, SDM-nya semakin banyak,” jelas Tan.
Tan mengatakan Indonesia adalah negara potensial kedua setelah Singapura untuk layanan cloud. Banyak pemain cloud global yang mendirikan layanannya di Indonesia setelah Singapura.
Menurut Tan, banyaknya startup unicorn di Indonesia menjadi salah satu daya tarik bagi penyedia layanan cloud global.
“Empat dari sepuluh (startup) unicorn di Asia ada di Indonesia, itu jadi satu refrensi bagaimana kebutuhan cloud itu penting (di Indonesia),” jelas Tan. Dia menambahkan, sebanyak 80 persen pengguna layanan cloud di Indonesia mengadopsi layanan hybrid cloud yang merupakan kombinasi dari public cloud dan private cloud. Sementara 20 persen lainnya memanfaatkan public cloud.